Selasa, 10 November 2015


Bahagia, itu yang dirasa oleh anda ketika mengetahui kini anda sedang berbadan dua. Kabar gembira mengenai kehadiran janin di kandungan anda tidak saja dirasa oleh anda tetapi oleh suami dan keluarga lainnya. Taukah anda bahwa saat anda sedang hamil di bulan pertama penting untuk diperhatikan.
Bulan pertama setelah terjadi pembuahan sel telur oleh sperma maka perubahan hormon estrogen dan juga progesteron terus meningkat. Pada bagian embrio yang tidak menempel pada rahim akan tumbuh. Selan itu pembentukan sudah dimulai yaitu tulang ekor, tulang belakang, tulang iga dan saraf.
Pada bulan pertama sistem saraf dan jantung sudah mulai terbentuk. Jantung sudah mulai berdetak sehingga memompa darah ke suluruh bagian janin di dalam kandungan. Umumnya pada akhir 1 bulankehamilanmaka ukuran janin akan terbentuk 1000 kaki lebih besar daripada sel telur yang mengalami ovulasi. Pada kehamilan 1 bulan perubahan emosi sudah mulai terlihat, beberapa diantaranya ada yang sudah menolak makan karena penciuman tajam ibu hamil. Padahal kebutuhan gizi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin. (Baca : Perkembangan Janin Usia 1 Bulan)

Berikut ini adalah langkah yang dapat anda lakukan untuk memilih makanan yang tepat bagi kehamilan di bulan pertama :

1. Folid Acid
Pada bulan pertama kehamilan, umumnya baru disadari oleh ibu hamil setelah kehamilan 2-3 minggu. Sehingga sangat penting untuk segera menyesuaikan kebutuhan nutrisi ibu hamil. Salah satu yang diperlukan oleh ibu hamil di bulan pertama adalah folid acid. Folid acid terdapat pada kembang kol, brokoli, jagung, wortel, kacang kedelai, jambu, alpukat dan gandum.
2. Asam Folat
Makanan yang sangat diperlukan pada bulan ke 1. Sayuran hijau memang baik karena mengandung asam folat.Salah satu sayur hijau yang tinggi asam folat adalah bayam. Asam folat memiliki peran di awal kehamilan yaitu untuk mencegah kecacatan tabung saraf. Bahkan kandungan asam folat akan mengurangi risiko cacat lahir otak dan juga sumsung tulang belakang. Lengkapi kebutuhan asam folat denga mencukupi 600 mcg per hari. Bahkan asam folat sangat baik untuk dikonsumsi 3 bulan sebelum kehamilan. Bahkan di 4 minggu pembentukan janin pertama. Konsumsi makanan yang kaya asam folat yaitu kacang merah, kuning telur, sereal, susu dan sayuran hijau.
3. Zat besi
Tidak kalah penting untuk ibu hamil di bulan pertama untuk melengkapi zat besi. Pada awal kehamilan zat besi bermanfaat untuk membentuk sel darah merah bagi ibu hamil dan janin. Sehingga ibu hamil menyiapkan diri untuk adaptasi dengan usia kehamilan selanjutnya dan mengurangi risiko lemah,letih dan juga lesu.
4. Kalsium
Pada minggu ke 4 memiliki kebutuhan kalsium yang tinggi. Kalsium memiliki manfaat untuk membentuk tulang janin. Janin yang kekurangan kalsium maka akan mengambil cadangan kalsium dari ibu sehingga ibu berisiko tinggi mengalami keropos tulang.   
Dengan demikian sangat penting untuk ibu hamil menjaga kehamilan di satu bulan kehamilan. Untuk memberikan kebutuhan nutrisi anda dapat mempersiapkan sebelum ibu hamil untuk menjaga kondisi ibu sebelum terjadi pembuahan .


Sumber :Makanan Untuk Ibu Hamil 1 Bulan - Bidanku.comhttp://bidanku.com/makanan-untuk-ibu-hamil-1-bulan#ixzz3r9W5xaHI

kisah seorang istri yang memiliki suami yang seorang insinyur.

Ada seorang istri yang memiliki suami yang seorang insinyur.

Dia mencintai sifatnya yang alami dan menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Setelah tiga tahun dalam masa perkenalan dan dua tahun dalam masa pernikahan, si istri mulai merasa lelah. Alasan-alasan dia mencintai suaminya dahulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
“Sa
ya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen.” ungkapan yg selalu muncul dibenaknya.

“Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan pada dirinya. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.” pikiran sang istri yg selalu bergelanyut di kepalanya.

Suatu hari, sang istri memberanikan diri untuk mengatakan keputusannya kepada sang suami, bahwa dia menginginkan perceraian.

“Mengapa ?”, sang suami bertanya dengan terkejut.
“Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan”. jwb sang istri.
Si suami terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan sang istri semakin bertambah, merasa suaminya adalah seorang pria yang tidak dapat mengekspresikan perasaannya, “Apalagi yang bisa saya harapkan darinya ?” gerutunya dalam hati.

Dan akhirnya sang suami bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”.
Sang istri menatap mata suaminya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
“Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati, saya akan merubah pikiran saya “.

“Sayangku, seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung, akan tetapi kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu kamu akan mati, apakah kamu akan melakukannya untukku ?” lanjut sang istri.

Si suami termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok”.
Hati si istri langsung gundah mendengar respon suaminya seperti itu.

Keesokan paginya, sang suami tidak ada di rumah, dan sang istri menemukan selembar kertas dengan coretan tangan suaminya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat.
Disitu tertulis … “Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,

tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya”.

Kalimat pertama ini menghancurkan hati sang istri, namun tetap penasaran untuk melanjutkan untuk membacanya.

” Kamu sering mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program-program di PC dan akhirnya menangis di depan monitor karena panik, namun saya selalu memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.

Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.

Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.

Kamu selalu pegal-pegal pada waktu “teman baikmu” datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.

Kamu senang diam di rumah dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi “aneh”.
Dan saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.
Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku sambil tidur dan itu semua tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.
Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,

menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu .

Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.

Karena saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.

Sayangku, saya tahu ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari apa

yang dapat aku lakukan. Namun jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku tidak juga cukup bagimu, maka aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu “.

Air mata sang istri jatuh ke atas tulisan suaminya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi dia tetap berusaha untuk membacanya.

” Sayang, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita,saya sekarang sedang berdiri didepan menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak puas sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia “.

Sang istri segera berlari membuka pintu dan melihat suaminya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan istrinya.
“Oh… kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.” ucap sang istri sambil terisak memeluk suaminya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari

hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu

KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU

KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU


KISAH MENGHARUKAN SEORANG ISTRI YANG DIMADU
Cerita ini adalah kisah nyata dari sahabatnya sahabatku, yang tidak ingin disebutkan nama aslinya. Ia memintaku untuk menuliskan perjalanan cintanya dalam sebuah cerita. Semoga ini juga menjadi pembelajaran untuk kita semua dan bisa memetik hikmah dari sebuah peristiwa, walau pengalaman yang datang dari orang lain.
Cinta adalah sesuatu yang lembut dan halus. Mencintai dan dicintai adalah keinginan setiap orang, karena dengan saling mencintailah kebahagian itu akan tercipta. Mencintai tapi tak dicintai, adalah hal yang wajar karena cinta adalah perasaan yang tidak bisa dipaksa. kebahagiaan tak akan terasa ada jika terjalin dari keterpaksaan.
Tapi, bagaimana jika dua insan saling mencintai tetapi salah satunya tersakiti? Masihkah itu bisa disebut dengan cinta? Silahkan anda temukan jawabannya dalam kisah cinta di bawah ini. … selamat membaca ….
Kisah cinta ini berawal ketika aku mengenalnya lewat memori hujan di sudut kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Setelah pulang kerja, aku terdesak untuk mengikuti mata pelajaran tambahan di kampus. Tetapi naas, motor yang kukendarai dengan kecepatan tinggi jatuh terhempas di jalanan membuatku tak sadarkan diri. Entah bagaimana akhirnya, wanita itu membawaku ke rumah sakit terdekat.
Tiga hari aku dirawat di sana, dia lah yang menjagaku, karena aku sebatang kara di kota itu. Keluargaku ada di kota sebelah, orang tuaku asli
warga Banjarmasin dan menetap di sana. Sementara, aku kuliah di Palangkaraya sebagai anak kost dan bekerja di Pall Mall sebagai kasir.
Meskipun sebenarnya aku anak orang berada, tetapi aku lebih memilih hidup mandiri. Kuliah dari hasil pekerjaanku sendiri serta bantuan beasiswa yang kuterima dari Universitas Palangkaraya. Aku ingin jadi lelaki mandiri agar kelak bisa berdiri tanpa bergantung pada orang lain, terutama pada orang tuaku sendiri.
“Lize” nama wanita itu. Senyumnya menggetarkan jiwaku. Wajahnya cantik, secantik hatinya. Satu kata mulai terlahir dari hatiku yang mungkin terlalu cepat. Aku jatuh cinta padanya, saat pertama kali melihatnya. Gadis cantik itu bernama, Lize Kristiani. Keturunan Chines yang memilik wajah oriental suku Dayak Palangka.
Setelah kami saling berkenalan dan bertukar nomer hp aku sangat terkejut, ternyata dia seorang mahasiswi yang satu kampus denganku. Kondisiku yang belum sembuh betul karena luka yang cukup serius membentur tulang kakiku masih terasa pedih kurasakan, membuatku harus dituntun sampai ke dalam mobil. Lize, mengantarku sampai tempat aku kost ke jalan Krakatau.
Mulai saat itu, aku selalu merasa berhutang budi padanya.
Setiap hari, kami selalu pulang dan pergi ke kampus bersama. Pertemanan kami berakhir dengan berawalnya kisah cinta. Aku tak dapat menghindari perasaan ini, semakin aku menjauh darinya, semakin hatiku sakit.
Aku telah terpanah busur cintanya, walau sudah beberapa kali kupikirkan untuk menjauhinya, ternyata hanya membuat hatiku semakin terluka. Akhirnya, kuputuskan untuk kuteruskan saja cinta ini. Walau kutahu, aku telah salah memilih tambatan hati. Aku seorang Muslim, dan dia seorang Kristen.
Lize. Dia sangat mencintaiku, seperti itu pula cintaku padanya. Cinta ini lahir begitu saja tulus dari hati, sampai tak ada wanita lain yang bisa menggeser posisinya di hatiku. Sekian lama kebersamaanku dengannya, keluarganya pun turut merestui hubungan kami.
Mereka juga tahu, kami dari agama yang berbeda. Sudah hampir empat tahun cinta kami terjalin, sudah lebih sepuluh kali aku membujuknya memeluk agama Islam. Tapi, sudah sepuluh kali juga tiap aku memintanya untuk meninggalkan agamanya, dia malah memilih untuk memutuskan jalinan cinta yang kami bina. Semua itu membuat aku sangat terpukul.
Pernah satu kali dia memutuskan cinta, lalu meninggalkanku seminggu ke Jakarta, hatiku sungguh sangat terluka. “Padahal hanya seminggu” Aku, seperti orang gila yang terlihat normal. Tak ada satu orang pun yang bisa membuatku tersenyum.
Teman-temanku yang berusaha menghiburku dengan menghadirkan wanita lain di hadapanku juga tak ada gunanya. Baru kusadari cintaku pada Lize bukanlah cinta biasa.
Aku, kembali merasakan butir-butir kebahagiaan setelah ia ada di hadapanku, datang membawakan segelas lemon tea dan nasi rawon kesukaanku. Dia tahu, aku selalu telat makan. Lize menyuapiku tanpa bicara sepatah kata pun. Airmata mengalir di pipiku meruntuhkan derajat kelelakianku, tapi aku tak peduli itu. Aku pun memeluknya dengan sangat erat dan meminta maaf padanya.
“Rifky, aku mencintaimu, tapi aku tak pernah memaksamu untuk meninggalkan Tuhanmu” matanya berkaca-kaca memandangi wajahku dengan sendu.
“Maaf kan … aku … Ay … ( panggilan kesayanganku untuknya) aku janji tidak akan mengulangi hal bodoh ini lagi. Aku mencintaimu, kumohon jangan pernah tinggalkan aku lagi.”
Kuliah selesai, dan kami pun mengadakan Wisuda. Lize memintaku untuk segera melamarnya, aku pun tak menolak untuk hidup bersamanya. Aku pulang ke Banjarmasin dan berjanji akan kembali datang untuk melamarnya, setelah mendapatkan pekerjaan tetap.
Tetapi, masalah besar justru hadir setelah kepulanganku. Cintaku ditentang keras oleh orang tuaku. Ayah dan Ibuku ternyata telah menyiapkan jodoh untukku, yaitu putri sahabat Ayah seorang gadis muslimah dari Martapura, Kalimantan Selatan.
Wanita salehah yang juga cantik rupanya itu bernama, Ikhma. Aku tidak tertarik dengan wanita keturunan gadis Banjar-Arab itu. Bagaimana mungkin aku akan bahagia nantinya, jika aku harus menikah dan hidup bersama dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai?
Aku tak berdaya menolak paksaan kedua orang tuaku ,untuk segera menikah dengan Ikhma. Aku juga tak punya kekuatan untuk terlepas dari kuatnya cinta pada wanita pertama yang hadir di hidupku. Lize, dialah wanita yang menorehkan cinta teramat dalam di hatiku, yang menyesakan dadaku dengan menghadirkan kenangan manis yang selalu membuat aku rindu.
Wanita yang sering membuatku menangis karena takut kehilangan cintanya. Bagaimana mungkin aku bisa terlepas begitu saja untuk meninggalkannya? Sementara hatiku telah terkurung dalam penjara cintanya. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menyayangi seseorang dalam kebersamaan, lantas melepaskannya begitu saja. Tentunya bukan hal yang mudah untuk kehilangan orang yang teramat dicintai.
****
Rasa berdosa kepada pengantin wanita di sebelahku, dan kepada wanita yang sedang menungguku terus memburu ke dalam hatiku. Kusebut nama yang salah dalam proses ijab kabul, yang akhirnya diulang berkali-kali membuat Ikhma nampak kecewa kepadaku.
Hatiku haru biru. Kesekian kalinya aku mendapat bimbingan, akhirnya kata sah keluar dari saksi kedua mempelai. Ikhma, dia resmi menjadi Istriku.
Setelah selesai shalat Isya berjamaah. Tak ada malam pertama setelah kami menikah, aku berdalih tak enak badan pada Ikhma. Padahal malam pertama, adalah malam terindah yang selalu dinantikan sepasang pengantin muda. Tapi tidak bagiku, pedih dan sedih mengumpat di dadaku. Ikma buatkan aku secangkir teh hangat dan membujukku untuk makan, aku menolak. Bahkan, aku tak meminum sedikit pun teh yang disiapkannya untukku hingga dingin.
Malam-malam selanjutnya kulakukan tugasku sebagai suami, meskipun saat melakukannya yang kubayangkan hanya wajah Lize. Wajah itu selalu membayang-bayangi di setiap hariku. Aku yang sebenarnya periang dan penyayang. kini berubah menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup. Di rumah aku hanya bicara seperlunya, dan sekarang aku menjadi seorang lelaki yang mudah marah, walau aku tak pernah memukul wanita.
Sedikit saja Ikhma berbuat salah, aku selalu memakinya, memarahinya dengan meledak-ledak dan mengeluarkan kata-kata kasar. Kalaupun dia tidak salah, aku selalu berusaha mencari-cari kesalahannya.
Berulang kali kucoba ingin menceraikannya, selalu tak ada kekuatan untuk melakukannya. Tak ada dukungan dari siapapun, selain hatiku sendiri yang menentang. Pastinya orang tua dan keluargaku akan marah, karena mereka menganggap Ikhma wanita terbaik untuk hidupku dan masa depanku.
Meskipun Ikhma sering mendapatkan perlakuan yang tak enak dariku, ia selau sabar menghadapi tingkahku, walau ia tak mendapatkan hak nya sebagai seorang istri.
Setiap kali aku menghubungi Lize via telpon hatiku terasa sangat sakit, karena banyak kebohongan-kebohongan tercipta setelah aku menikah. Aku, yang sebenarnya telah bekerja di perusahaan besar di Banjarmasin dengan jabatan yang cukup tinggi, mengaku belum mendapatkan pekerjaan tetap. Sehingga, aku belum bisa menemui Lize ke Palangka untuk memenuhi janjiku yang tertunda, yaitu menikahinya.
Ikhma, sebenarnya ia wanita yang baik dan cantik, tapi hatiku tak pernah tergerak untuk mengakuinya sebagai istri. Sebelum berangkat ke kantor, Ikhma selalu menyiapkan segala keperluanku. Mulai dari menyiapkan makan, sampai memakaikan sepatu dan jasku. Terkadang, ia juga menyelesaikan tugas-tugas kantor yang belum sempat kuselesaikan.
Sebelum berangkat kerja ia selalu mencium tanganku dengan lembut, tapi aku tak pernah mengecup keningnya. Aku tahu, ia sangat mengharapkan kelembutan hatiku, merindukan sentuhan hangat juga merindukan kecupan kasih sayang dariku. Layaknya wanita lain yang mendapatkan kemesraan dari setiap pasangannya.
Sewaktu makan siang pun, ia selalu mengantarkan rantang makanan nasi rawon kesukaanku, walau tak pernah kusentuh masakan itu. Saat pulang kerja, aku tak pernah tersenyum menemui istriku yang membukakan pintu dengan dandanan yang cantik, bahkan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi sore beserta baju gantiku.
Pahitnya, hatiku tak pernah tersentuh. Yang kutahu, apa yang ia lakukan untukku selalu salah di mataku. Aku, tak bisa membedakan mana yang hitam dan putih lagi., yang kutahu, ia selalu salah dan salah. Walau pun ia benar, di mataku ia tetap salah.
Lize. Aku pun tak punya pilihan lain. Dia, mengancam akan meninggalkanku, bila tidak segera menikahinya.
***
Tak ada wanita yang ingin dimadu, tapi tak ada juga lelaki yang ingin hidup satu atap dengan wanita yang tak pernah dicintai. Setiap kali aku memaksa diri untuk belajar menerima Ikhma dalam hidupku, namun apalah daya cinta itu tak pernah terasa ada.
Terluka dan terluka, itulah rasa yang telah tertoreh di dalam hatiku. Hanya sakit yang mengganjal didadaku, saat cinta bicara dengan orang yang salah bukan dari pilihan hati. Akhirnya aku harus berbohong pada Ikhma, akan ada tugas keluar kota untuk dua bulan ke depan untuk rencana pernikahan keduaku.
”Kuputuskan untuk menikahi Lize dengan cara Islam, walau pun aku telah melanggar hukum dan syariat Islam di dalamnya. Aku juga mengetahui larangan Allah dalam Firman-Nya: ..
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walau pun ia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik meskipun ia menarik hatimu (Qs : Albaqarah :221).
Benar kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat akan terjatuh juga.
Dua bulan berlalu, aku kembali ke Banjarmasin bukan karena Ikhma, tapi karena tanggung jawab pekerjaanku. Setelah empat bulan kepulanganku dari Palangka, Lize datang ke rumahku dan bertemu dengan keluarga serta istriku. Ia datang sebagai istri keduaku yang tidak hanya sendiri, tapi dengan jabang bayi yang ada di rahimnya hasil buah cinta kami.
Lize sempat pingsan dua kali saat aku mengakui kebohonganku, bahwa Ikhma adalah istri pertamaku. Aku membopongnya tubuhnya yang tak sadarkan diri ke kamar. Saat aku dihakimi oleh keluargaku dan istri keduaku, kulihat Ikhma lah yang paling tegar.
Tak ada setitik air mata mengalir di wajah sendunya, malahan ia sibuk menenangkan ibuku yang tak henti menangis dan memakiku. Padahal aku tahu, pasti dia lah orang yang paling terluka hatinya kala itu.
“Ay, bangun ay … ” Aku menyodorkan segelas air putih dan meminumi Lize yang mulai sadar. Kugenggam erat tangan Lize sambil memeluk erat tubuhnya. Aku tahu, Lize akan marah besar padaku saat ia tersadar nanti, karena aku membohonginya selama ini. Aku sama sekali tidak mempedulikan Ikhma, yang memanadangiku di balik pintu kamar dengan air mata yang menggenang di sudut matanya dari wajahnya nampak kelam dan suram.
Setelah Lize sadar, ia menangis menghambur ke pelukanku sekaligus memukul-mukul dadaku. Dalam pelukanku, kutenangkan ia agar berhenti menangis. Kusuapi ia, agar mau makan. Kubujuk Lize, untuk bisa memaafkanku. Kuceritakan semua yang terjadi dengan sebenar-benarnya, bahwa pernikahanku dengan Ikhma bukanlah keinginanku.
Lize, ia menerima kenyataan itu pastinya juga dengan hati yang sangat terluka. Malam itu, aku tidur dengan Lize. Sementara, aku tidak tahu Ikhma tidur di kamar mana. Yang kutahu, ia tidak mau kukembalikan pada orang tuannya.
Hidup satu atap dengan dua wanita bukanlah hal yang mudah, apalagi ada orang tuaku yang selalu menyertai di dalamnya. Kesukaran demi kesukaran terjadi. Orang tuaku yang menentang cintaku, terutama ibu, yang selalu menyalahkan Lize sebagai perebut suami orang. Dan konyolnya, ibu percaya kalau aku telah terkena guna-guna (ilmu hitam) dari Lize, gadis keturunan Suku Dayak asli sehingga aku tak pernah bisa melepaskannya.
Lize, ia diperlakukan orangtuaku dengan tidak adil. Seperti apa yang kulakukan kepada Ikhma, begitu juga yang dilakukan orangtuaku pada Lize. Aku mengancam Ibu akan keluar dari rumah, jika tidak menghormati Lize sebagai istriku. Tentunya Ibu tidak akan rela jika aku meninggalkannya, karena aku anak satu-satunya.
Tetapi, ibu juga membuat hatiku risau. Ibu mengancamku tak akan memaafkanku, jika aku tidak membagi cintaku dengan adil kepada dua istri yang keduanya masih sah sebagai istriku.
Terutama istri pertamaku, yang selama ini kusia-siakan. Ini hal yang tersulit yang harus kuhadapi. Tak ada wanita yang ingin digilir cintanya, apalagi dengan keadaan Lize yang sedang hamil muda.
Malam keempat, saat aku seranjang dengan Ikhma, aku tak dapat tidur. Bayanganku ada pada Lize yang berbaring di kamar sebelah. Mungkin ia sedang menangis atau kedinginan, karena tak ada aku di sampingnya menyelimuti tubuhnya, membelai rambutnya dan mencium keningnya sebelum tidur, hal yang tak pernah kulakukan pada Ikhma.
Aku juga tidak tahu wanita mana yang paling terluka hatinya. Di antara dua wanita ini hanya satu cinta yang kupunya, tentunya untuk Lize. Entah kapankah, aku akan bisa menjadi suami yang adil.
“A, aku rela kau madu dan membagi cintaku , asal jangan kau ceraikan aku …”
Ikhma memohon di hadapanku dengan airmata yang tak dibuat-buat. Aku hanya tertegun mendengar kata-kata itu, rasanya hatiku hampa sekali. Tak ada jawaban dariku, karena aku memang tak ingin menjawabnya. Dan untuk kesekian kalinya, kutorehkan luka di dadanya dengan caraku yang tak pernah lembut memperlakukannya.
Bahkan, aku lebih sering tidur dengan Lize dari pada dengan Ikhma, jika tak ada orang tuaku di rumah.
Pada malam selanjutnya yang dulunya tak pernah kukehendaki terjadi juga. Karena saat itu orang tuaku ada di rumah, aku pun haus bersikap lembut kepada Ikhma. Harusnya aku hanya tidur dengan Ikhma malam itu, tapi karena Lize mengatakan ia sedang tak enak badan, ia pun meminta untuk tidur bertiga di dalam kamar Ikhma, aku pun tak dapat menolak.
Kulihat Ikhma memalingkan tubuhnya, setelah aku mengecup kening Lize di hadapannya. Aku baru bisa tertidur, setelah Lize ada di sebelah kiriku sambil menenangkanku. Seperti biasa, setiap lewat dari jam satu malam menuju dini hari, Ikhma shalat tahajud.
Entah do’a apa yang ia minta pada Allah, sampai air matanya menetes di pipi. Kudengar samar-samar, ia inginkan agar aku bisa mencintainya dan memberi kasih yang sama, seperti orang ketiga yang hadir dalam cinta kami.
Wanita yang telah kusakiti untuk kesekian kali, malam itu bagai terlahir seperti bidadari surga, walau aku mulai tak mengerti dengan perasaanku. Entah dari mana datangnya, hatiku mulai tersentuh dengan cintanya. Malam itu, aku menggaulinya dengan sepenuh hatiku. Kupandangi wajahnya yang teramat cantik malam itu dengan rasa kasih yang luar biasa.
“Mamah … kau terlihat sangat cantik malam ini sepertinya … aku … telah … jatuh hati … padamu …”
“Katakah sekali lagi A … aku ingin mendengarnya..”
“Mamah, Kau … terlihat … sangat … cantik … malam ini … dan sepertinya … aku …”
Tak dapat kuteruskan kata-kata itu, mungkin karena hatiku agak sedikit tabu untuk mengakuinya. Ikhma menangis bahagia karena terharu, walau aku tak dapat meneruskan kata-kata selanjutnya.
Dan aku tahu, ia sangat ingin mendengar aku melanjutkan kata-kata itu, tapi aku tak bisa. Lidahku terasa kelu, urat leherku terasa kaku, tapi kata-kata itu memang tulus dari hatiku, walau pun sebelumnya aku tak dapat tidur karena terus memikirkan wanita keduaku.
Lize, ia tahu aku tidak hanya sekedar tidur dengan Ikhma, membuatnya sangat cemburu. Seakan, ia tak dapat menerima dan tak sanggup lagi hidup denganku.
Pagi tiba. Lize, memasukan baju-bajunya ke dalam koper. Aku merasa terpukul sekali. Aku membujuknya untuk tetap bersamaku sambil meminta maaf, aku juga menjelaskan padanya, apa yang telah aku lakukan tadi malam hanyalah sebuah kekhilafan yang terjadi di luar kendaliku.
Aku makin jadi serba salah, Ikhma menangis mendengar kata-kataku, bahwa tadi malam yang kami lakukan hanyalah suatu “kekhilafan.” Dan baru kali ini, aku juga peduli pada Ikhma.
Aliran darahku seakan berhenti, saat Lize meminta aku menceraikannya dan ia akan menggugurkan anakku yang ada di dalam kandunganya. Ia merasa sudah tak tahan hidup denganku, dengan cinta yang tak adil untuknya. Ikhma menuntun Lize masuk ke dalam rumah, untuk bicara baik-baik bertiga.
Karena hari itu hari Minggu, hanya ada kami bertiga di rumah. Aku sedang libur kerja, sementara orang tuaku telah berangkat ke luar kota setelah shalat subuh.
” Lize, jangan kau tinggalkan Mas Rifky, karena ia tak bisa hidup tanpamu …,”
“Mungkin kau bisa tegar menghadapi semua ini, tapi aku tidak ! Kau, telah merebut ia dariku. Aku sangat benci padamu ,Ikhma. Juga padamu, Rifky. Mengapa harus ada anak ini di rahimku, sementara kau sakiti aku dengan cintamu”
Lize menangis dengan emosi yang membara …
“Aku, tidak pernah merebut Mas Rifky darimu. Aku, menikah dengan mas Rifky karena perjodohan yang tak pernah ku tentang. Jika kutahu dia milikmu, pastinya aku tak akan menerima perjodohan itu.
Ia lelaki pertama di hidupku, yang membuatku terikat dalam tali perkawinan. Ku pikir, dengan adanya ikatan pernikahan akan ada kehidupan cinta di dalamnya, tapi sampai kini aku tak pernah menemui semua itu”
Mata Ikhma berkaca-kaca walau kelihatan nampak tegar.
“Mengapa kau tidak minta cerai darinya Ikhma, bukankah kau tak pernah bahagia selama hidup dengannya? kau, adalah racun yang mematikan dalam cinta kami”
“Demi Allah Lize, perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah walau diperbolehkan. Mas Rifky, adalah jodoh yang diberikan Allah yang ternyata bukan hanya untukku, tapi juga untukmu.
Untuk kujaga dan kuhormati pangkatnya dalam istana hatiku, yang selalu aku terima setiap perlakuan apa pun darinya dengan Ikhlas. Aku belajar mencintainya, seperti Tuhan mencintaiku. Aku tak pernah merasa tersakiti dalam keadaan apa pun, selama aku bersamanya.
Mungkin, aku yang belum beruntung dalam menjalani kehidupan cintaku. Kau beruntung, telah mendapatkan cinta yang besar darinya dan mendapatkan keturunan darinya. Aku turut bahagia dengan semua itu”
“Mengapa kau bisa setegar ini Ikhma, maafkan aku baru ku sadari, aku lah yang menjadi duri dalam daging untuk kehidupan cintamu, aku akan pergi dari kehidupan kalian ..”
“Tidak Lize, kau akan tetap di sini, bersama aku dan Mas Rifky. Iya kan, Mas?”
Aku hanya mengangguk, tak percaya ada wanita setegar Ikhma di dunia ini. Mungkin, ia adalah bidadari yang benar adanya, dan hatinya serupa dengan malaikat yang tak bersayap?
***
Sembilan bulan berlalu. Saat jam bekerja Ikhma menelponku mengabarkan kado bahagia, yang membuat hatiku bersuka cita. Akhirnya, Lize melahirkan sorang putri yang cantik jelita, itu artinya aku telah menjadi seorang ayah.
Kupandangi wajah istriku yang masih lemas di dalam kamar bersalin. Segera aku datangi Lize dan mencium keningnya. Aku meminta Ikhma dan Lize, tetap menjadi istri yang rukun dan ibu yang baik buat anak-anakku nantinya. Dan Ikhma pun, dengan perasaan suka menyetujuinya. Lize juga senang mendengar kabar kehamilan Ikhma, yang ternyata sudah memasuki bulan kedua.
Saat perjalanan pulang ke rumah bersama keluarga besarku. Kulihat senyuman itu manis sekali tengah memangku putri kecilku. Wajah Ikhma terlihat sangat cantik, dan tak bosan-bosan aku memandangnya. Cinta kurasakan hari itu teramat besar padanya, walau bukan terlambat untuk mencintainya. Tetapi setidaknya, aku sempat memberi cintaku padanya melebihi cinta yang kurasakan pada Lize sebelumnya.
Lize, tersenyum ke arahku dengan tatapan bahagia. Bahagia karena telah menjadi seorang ibu dan bisa menerima kemelut cinta yang telah kami hadapi bersama. Tapi, tak pernah ku sangka senyuman itu menjadi detik terakhir untuk kunikmati di hari bahagia dan keindahnya. Tuhan, telah memberikan jalan lain untukku.
Ia mengambil semua keindahan cinta di saat aku baru mengecap kisah kasih yang sempurna. Sebuah mobil datang dari arah pertigaan kota, lalu bertabrakan dengan mobil yang kukendarai. Kecelakaan maut itu telah merenggut nyawa istriku yang pertama.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia mengucapakan dua kalimat syahadat dengan fasihnya dan sempat berpesan padaku:
“A Rifky … Kau telah menjadi Ayah. Anak Lize, adalah anakku juga. Jagalah anak kita dan sahabatku, Lize. Jangan pernah kau sakiti hatinya, dan cintailah ia dengan cinta yang seutuhnya. Aku titip mereka padamu …”
“Iya, Mah …” Air mataku mengalir sambil merangkul tubuhnya. Kupeluk dan kuciumi wajahnya yang bersimbah darah di kepala.
“Jangan tinggalkan aku, Mah. Kau wanita yang kuat … Kau akan bisa bertahan, Mah …” teriakku dengan airmata yang membanjir.
Tuhan kiranya berkehandak lain. Jodoh, kehidupan, dan kematian, Tuhan lah pemilik dan pengaturnya. Sampai di penghujung nafasnya, ia mengucapkan kalimat syahadat dengan begitu fasihnya. Rohnya melayang pergi meninggalkan jasadnya. Ikhma pun tiada.
Penyesalanku memang tak berguna, tapi setidaknya aku sempat memberikan cinta yang besar padanya kurang lebih satu tahun sebelum kepergiannya, dengan cinta yang tak dapat kutebus untuk seumur hidupku.
Karena setelah kepergiannya, aku tak pernah bisa berhenti untuk mencintainya. Dia, memberiku kehidupan sebagai jantung kedua di hidupku. Mungkin jika saat itu orang tuaku tidak menjodohkan aku dengan wanita setegar dia, aku tak akan bisa bersama kembali dengan orang yang juga sangat kucintai, Lize.
“Jika Lize adalah cinta pertamaku, maka Ikhma telah menjadi cinta terakhirku ..
Jika Lize adalah cinta matiku, maka Ikhma lah sebagai cinta yang hidup dalam jiwaku ..
Jika lize adalah cinta suciku, maka Ikhma adalah cinta sejati di hidupku ..
Dan aku menunggu hari-hari indah itu kembali ..
Mengharapkan satu saat nanti …
Aku bertemu dengan anak dan istriku berkumpul kembali, di surga yang abadi …”
Maafkan aku Ikhma … yang tak sempat memberimu cinta, dari separu usiaku yang tertinggal. Semoga, kau diterima di sisi-Nya dan mendapatkan kebahagiaan abadi yang dikelilingi malaikat-malaikat putih yang menghias tidur panjangmu, dengan taman kehidupan wangi surgawi yang tak pernah pudar.
Kusimpan cintamu dalam kasih yang abadi di dalam kenanganku. Pertemuan yang kurindukan itu akan ada, setelah aku menyusulmu.
Aku, menunggu jantung keduaku untuk bisa segera bersamamu. Kita akan bertemu di sana bersama anak-anak kita. Di sini, kami selalu berdo’a kebaikan untukmu dan selalu merindukanmu.
Tidurlah yang damai, dan bersimpuhlah di keharibaan Tuhan yang selalu kau bangakan keagungan-Nya. Semoga, kau telah di tempatkan di surga firdaus-Nya. Aamiin …
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya. Aamiin
Silahkan Klik “SUKA” dan “BAGIKAN”, Jika dinilai baik & bermanfaat bagi sahabat semua. Semoga menjadi kebaikan Kita semua.
(Cantumkan jika ada doa khusus, agar kami para jamaah bisa mengaminkannya)
Ya ALLAH…
✔ Muliakanlah orang yang membaca tausiah ini
✔ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
✔ Lapangkanlah hatinya
✔ Bahagiakanlah keluarganya
✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
✔ Mudahkan segala urusannya
✔ Kabulkan cita-citanya
✔ Jauhkan dari segala Musibah
✔ Jauhkan dari segala Penyakit,Fitnah,Prasangka Keji,Berkata Kasar dan Mungkar.
✔ Dan dekatkanlah jodohnya untuk orang yang membaca dan membagikan tausiah ini.
Aamiin ya Rabbal’alamin

kisah kehidupan

Cerita Mengharukan, Rahasia Suami Akhirnya Terbongkar. Nangis

Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami isteri itu belum dikurniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “Masih belum punya anak juga ya, masalahnya pada siapa ya? Suaminya atau isterinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi buah mulut .

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami isteri itu pergi ke salah seorang doktor untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil ujian makmal mengatakan bahwa sang isteri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang isteri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang doktor dengan membawa hasil ujian makmal dan sama sekali tidak memberitahu isterinya dan membiarkan sang isteri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki. Sang suami berkata kepada sang doktor: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada isteri saya bahwa masalahnya ada pada saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.

Terus saja sang doktor menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang doktor, akhirnya sang doktor setuju untuk mengatakan kepada sang isteri bahwa masalah tidak datangnya keturunan, ada pada sang suami dan bukan ada pada sang isteri.

Sang suami memanggil sang isteri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang isteri ia memasuki ruang doktor. Maka sang dokter membuka sampul hasil ujian makmal, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara isterimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.

Mendengar pengumuman sang doktor, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya, wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami isteri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.

Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami isteri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang isteri berkata kepada suaminya: “Wahai suami ku , saya telah bersabar selam sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang isteri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak dapat bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya boleh menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya dapat melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.

Mendengar emosi sang isteri yang memuncak, sang suami berkata: “isteriku, ini cubaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang isteri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang isteri jatuh sakit, dan hasil ujian makmal mengatakan bahwa sang isteri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang isteri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin membelai dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”. Sang istri pun terlantar di hospital.

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?”. Kata sang isteri. “Ya, saya akan pergi kerana tugas dan sambil mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.

Sehari sebelum pembedahan , datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.
Saat itu sang isteri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami tak berguna dia itu, isterinya dibedah , eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang pembedahan”.

Pembedahan berhasil dengan sangat baik. Setelah satu minggu , suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan. Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang isteri, tetangga dan siapa pun selain doktor yang dipesannya agar menutup rapat rahsia tersebut.

Dan subhanallah …

Setelah sembilan (9) bulan dari pembedahan itu, sang isteri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.

Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakulti syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah mahkamah di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas out station, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang isteri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahsia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelefon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telefon isterinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulan sang isteri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berkata dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.